Bila ingat perjalanan hidup Ki Dallang kadang ingin kembali pada saat2 yang indàh yang pernah dilalui. Ada ketenangan dan kenyamanan walau dalam kerja keras dan tempaan keadaan. Setiap orang punya jalan dan lakon masing masing. Niat dan tujuan untuk dasar bergantunglah yang memperkuat kesempatan dan harapan. Ki Dallang melihat kesempatan dan harapan menjadi marbot di Masjid Nurul Iman Komplek Bina Lindung Jatiwaringin. Setiap orang yang solat bisa tenang dan nyaman karena keadaan masjid yang rapih dan bersih. Ki Dallang berharap padaNya. Ia selalu membersihkan tempat wudhu dan WC hingga bersih agar orang2 yang wudhu bisa nyaman.Ki Dallang selintas ingat masa lalunya bila membaca cerita ini.
Yaitu Kisah Marbot Masjid Atta’awun Cisarua Puncak Bogor...
Cerita ini nyata yang mengisahkan dua sahabat yg terpisah
cukup lama; Ahmad dan Zaenal. Ahmad ini pintar sekali. Cerdas. Tapi
dikisahkan kurang beruntung secara ekonomi. Sedangkan Zaenal adalah
sahabat yg biasa2 saja. Namun keadaan orang tuanya mendukung karir dan
masa depan Zaenal.
Setelah terpisah cukup lama, keduanya bertemu. Bertemu di
tempat yg istimewa; di koridor wudhu, koridor toilet sebuah masjid megah
dengan arsitektur yg cantik, yg memiliki view pegunungan dengan kebun
teh yg terhampar hijau di bawahnya. Mesjid tersebut adalah mesjid
At-Ta’awun yang berada di puncak Bogor.
Adalah Zaenal, sudah menjelma menjadi seorang manager kelas menengah. Necis. Parlente. Tapi tetap menjaga kesalehannya.
Ia punya kebiasaan. Setiap keluar kota, ia sempatkan
singgah di masjid di kota yg ia singgahi. Untuk memperbaharui wudhu, dan
sujud syukur. Syukur-syukur masih dapat waktu yg diperbolehkan shalat
sunnah, maka ia shalat sunnah juga sebagai tambahan.
Seperti biasa, ia tiba di Puncak Pas, Bogor. Ia mencari
masjid. Ia pinggirkan mobilnya, dan bergegas masuk ke masjid yg ia
temukan.
Di sanalah ia menemukan Ahmad. Cukup terperangah Zaenal
ini. Ia tahu sahabatnya ini meski berasal dari keluarga tak punya, tapi
pintarnya minta ampun.
Zaenal tidak menyangka bila berpuluh tahun kemudian ia menemukan Ahmad sebagai merbot masjid..!
“Maaf,” katanya menegor sang merbot. “Kamu Ahmad kan? Ahmad kawan SMP saya dulu?”.
Yang ditegor tidak kalah mengenali. Lalu keduanya berpelukan, Ahmad berucap
“Keren sekali Kamu ya Mas… Manteb…”. Zaenal terlihat masih dlm keadaan memakai dasi. Lengan yg digulungnya untuk persiapan wudhu, menyebabkan jam bermerknya terlihat oleh Ahmad. “Ah, biasa saja…”.
“Keren sekali Kamu ya Mas… Manteb…”. Zaenal terlihat masih dlm keadaan memakai dasi. Lengan yg digulungnya untuk persiapan wudhu, menyebabkan jam bermerknya terlihat oleh Ahmad. “Ah, biasa saja…”.
Zaenal menaruh iba. Ahmad dilihatnya sedang memegang kain
pel. Khas merbot sekali. Celana digulung, dan peci didongakkan sehingga
jidatnya yg lebar terlihat jelas.
“Mad… Ini kartu nama saya…”.
Ahmad melihat. “Manager Area…”. Wuah, bener-bener keren.”
“Mad, nanti habis saya shalat, kita ngobrol ya. Maaf, kalau
kamu berminat, di kantor saya ada pekerjaan yang lebih baik dari
sekedar merbot di masjid ini. Maaf…”.
Ahmad tersenyum. Ia mengangguk. “Terima kasih ya… Nanti
kita ngobrol. Selesaikan saja dulu shalatnya. Saya pun menyelesaikan
pekerjaan bersih2 dulu… Silahkan ya. Yang nyaman”.
Sambil wudhu, Zaenal tidak habis pikir. Mengapa Ahmad yg
pintar, kemudian harus terlempar darik kehidupan normal. Ya, meskipun
tidak ada yang salah dengan pekerjaan sebagai merbot, tapi merbot… ah,
pikirannya tidak mampu membenarkan.
Zaenal menyesalkan kondisi negerinya ini yg tidak berpihak kepada orang-orang yang sebenarnya memiliki talenta dan kecerdasan, namun miskin.
Zaenal menyesalkan kondisi negerinya ini yg tidak berpihak kepada orang-orang yang sebenarnya memiliki talenta dan kecerdasan, namun miskin.
Air wudhu membasahi wajahnya…
Sekali lagi Zaenal melewati Ahmad yang sedang
bersih-bersih. Andai saja Ahmad mengerjakan pekerjaannya ini di
perkantoran, maka sebutannya bukan merbot. Melainkan “office boy”.
Tanpa sadar, ada yang shalat di belakang Zaenal. Sama-sama shalat sunnah sepertinya.
Setelah menyelesaikan shalatnya Zaenal sempat melirik. “Barangkali ini kawannya Ahmad…”, gumamnya.
Zaenal menyelesaikan doanya secara singkat. Ia ingin segera bicara dengan Ahmad.
Setelah menyelesaikan shalatnya Zaenal sempat melirik. “Barangkali ini kawannya Ahmad…”, gumamnya.
Zaenal menyelesaikan doanya secara singkat. Ia ingin segera bicara dengan Ahmad.
“Pak,” tiba2 anak muda yg shalat di belakangnya menegur.
“Iya Mas..?”
“Pak, Bapak kenal emangnya sama bapak Insinyur Haji Ahmad…?”
“Insinyur Haji Ahmad…?”
“Ya, insinyur Haji Ahmad…”
“Insinyur Haji Ahmad yang mana…?”
“Itu, yang barusan ngobrol sama Bapak…”
“Oh… Ahmad… Iya. Kenal. Kawan saya dulu di SMP. Emangnya udah haji dia?”
“Dari dulu udah haji Pak. Dari sebelum beliau bangun ini masjid…”.
Kalimat itu begitu datar. Tapi cukup menampar hatinya Zaenal… Dari dulu sudah haji… Dari sebelum beliau bangun masjid ini…
Anak muda ini kemudian menambahkan, “Beliau orang hebat
Pak. Tawadhu’. Saya lah yg merbot asli masjid ini. Saya karyawannya
beliau. Beliau yang bangun masjid ini Pak. Di atas tanah wakafnya
sendiri. Beliau biayai sendiri pembangunan masjid indah ini, sebagai
masjid transit mereka yg mau shalat. Bapak lihat hotel indah di sebelah
sana? … Itu semua milik beliau… Tapi beliau lebih suka menghabiskan
waktunya di sini. Bahkan salah satu kesukaannya, aneh. Yaitu senangnya
menggantikan posisi saya. Karena suara saya bagus, kadang saya disuruh
mengaji saja dan azan…”.
Zaenal tertegun, entah apa yang ada di hati dan di pikiran Zaenal saat itu
Hikmah yang bisa kita dapatkan
1. Ada pelajaran dari kisah pertemuan Zaenal dan Ahmad. Jika Ahmad itu adalah kita, mungkin begitu bertemu kawan lama yang sedang melihat kita membersihkan toilet, segera kita beritahu posisi kita yang sebenarnya.
1. Ada pelajaran dari kisah pertemuan Zaenal dan Ahmad. Jika Ahmad itu adalah kita, mungkin begitu bertemu kawan lama yang sedang melihat kita membersihkan toilet, segera kita beritahu posisi kita yang sebenarnya.
2. Dan jika kemudian kawan lama kita ini menyangka kita
merbot masjid, maka kita akan menyangkal dan kemudian menjelaskan secara
detail begini dan begitu. Sehingga tahulah kawan kita bahwa kita inilah
pewakaf dan yang membangun masjid ini.
3. Tapi kita bukan Haji Ahmad. Dan Haji Ahmad bukannya
kita. Semoga ia selamat dari rusaknya nilai amal, sebab ia tetap tenang
dan tidak risih dengan penilaian manusia. Haji Ahmad merasa tidak perlu
menjelaskan apa-apa. Dan kemudian Allah yg memberitahu siapa dia
sebenarnya…
4. Kita bisa ambil hikmah untuk diri kita dan untuk berbagi kebaikan.
” Orang yang ikhlas itu adalah orang yang menyembunyikan kebaikan-kebaikannya, seperti ia menyembunyikan keburukan-keburukan dirinya.
Kisah dan cerita nyata ini semoga menginspirasi kita untuk menjadi orang yang beruntung....
"Orang yang beruntung adalah orang yang beriman dan berbuat baik saling mengingatkan dalam kesabaran dan ketaqwaan"
Merdeka!
4. Kita bisa ambil hikmah untuk diri kita dan untuk berbagi kebaikan.
” Orang yang ikhlas itu adalah orang yang menyembunyikan kebaikan-kebaikannya, seperti ia menyembunyikan keburukan-keburukan dirinya.
Kisah dan cerita nyata ini semoga menginspirasi kita untuk menjadi orang yang beruntung....
"Orang yang beruntung adalah orang yang beriman dan berbuat baik saling mengingatkan dalam kesabaran dan ketaqwaan"
Merdeka!
0 komentar:
Posting Komentar