Kamis, 03 Maret 2016

KI DALLANG DAN SECANGKIR KOPI DI DINDING

BY Unknown IN No comments

Tidak harus dihitung seberapa banyak kita telah memberi pertolongan, bantuan yang kita berikan. Tapi bagaimana cara kita membagi, memberi bisa mempengaruhi keadaan kondisi lingkungan. Ada sebagian orang memberi karena punya harapan agar mendapat dukungan, agar mendapat simpatisan, agar mendapat kehormatan,  baik dengan cara srampangan maupun sedikit elegan yang dikemas dengan sedemikian rupa agar si pemberi dikenal atau diketahuinya. Tapi ada juga yang berharap kembali dengan doa. Saya rasa sah sah aja yang tidak layak tidak memberi tapi komentar yang bisa menyakitkan bagi yang mendengarkan. Tapi patut kita contoh di salah satu kafe atau warung sebelah ini....
Secangkir kopi inspiratif ....

KOPI di DINDING Venesia, Italia

Sepasang wisatawan asyik menikmati kopi di sebuah kafe terkenal di Venesia, Italia. Tak lama kemudian, datanglah seorang pria paruh baya, duduk di salah satu meja kosong. Ia memanggil pramusaji dan memesan, “Kopi 2 cangkir.. yang 1 untuk di dinding”.
Wisatawan merasa heran mendengar kalimat tersebut. Apalagi sang pria kemudian hanya disuguhi 1 cangkir kopi, namun ia membayar untuk 2 cangkir. Segera setelah pria tersebut pergi, si pramusaji menempelkan selembar kertas kecil bertuliskan "Segelas Kopi" di dinding kafe.
Suasana kafe kembali hening. Tak lama kemudian masuklah dua orang pria. Kedua pria tersebut pesan 3 cangkir kopi. Dua cangkir di meja, satu lagi untuk di dinding. Mereka membayar tiga cangkir kopi sebelum pergi. Lagi-lagi setelah itu pramusaji melakukan hal yang sama, menempelkan kertas bertulis "Segelas Kopi" di dinding.
Pemandangan aneh di kafe sore itu membuat wisatawan heran. Mereka meninggalkan kafe dengan menyimpan pertanyaan atas kejadian ganjil yang disaksikannya, namun tidak sempat mengajukan pertanyaan, apa maksud kopi di dinding.
Minggu berikutnya, mereka mampir kembali di kafe yang sama. Mereka melihat, seorang lelaki tua masuk ke dalam kafe. Pakaiannya kumal dan kotor. Setelah duduk ia melihat ke dinding dan berkata kepada pelayan, “Satu cangkir kopi dari dinding".
Pramusaji segera menyuguhkan segelas kopi. Setelah menghabiskan kopinya, lelaki lusuh tadi lantas pergi tanpa membayar. Tampak si pramusaji menarik satu lembar kertas dari dinding tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah.
Pertanyaan wisatawan itu terjawab sudah. Begini rupanya cara penduduk kota ini menolong sesamanya yang kurang beruntung dengan tetap menaruh respek kepada orang yang ditolongnya.
Kaum papa bisa menikmati secangkir kopi tanpa perlu merendahkan harga diri untuk mengemis secangkir kopi. Bahkan mereka pun tidak perlu tahu siapa yang “mentraktirnya”. Suatu tatanan hidup bermasyarakat yang amat menyentuh, dan mengharukan.
Kita tidak bisa hidup lebih baik tanpa memberi dan menerima cinta, perhatian, dan bantuan dari orang lain. Secangkir kopi di dinding adalah wujud cinta yang ikhlas kepada kaum papa, tanpa menyikapi kaum papa dengan cara arogan, "aku memberi kepadamu".
Tidak penting seberapa banyak kita sudah memberi. Lebih penting adalah bagaimana kita memberi.
Semangat berbagi dan menginspirasi...
Semoga kita bisa memetik hikmah disetiap cerita kehidupan ini untuk memperbaiki diri ke arah yang lebih baik.

0 komentar:

Posting Komentar